Kiat Bisnis Voucher Handphone

Inilah bisnis yang saya geluti di Kampoeng (Manipi), dan sudah berjalan sekitar hampir 2 tahun. Sehingga pengalaman dan keuntungan yang saya dapatkan alhamdulillah sangat baik. Maka dari itul saya bisa bagi sedikit pengalamannya, namun keuntungannya mohon maaf belum bisa di bagi, he..he..he. Insya Allah lain kali. Klo tarafnya uda level Dealer. 

Bisnis voucher itu bisnis kepercayaan. Ada tiga macam jenis voucher handphone, voucher fisik, lalu voucher IP berupa selembar kertas print ada nomor seri tapi nomor kodenya terbuka sehingga rawan kebocoran, dan voucher elektrik hanya berupa nomor kode saja. Untuk voucher fisik atau IP transfer datanya dari pelanggan ke server pusat operator.

Sedangkan untuk voucher elektrik ada provider lain seperti dealer yang akan mengecek apakah benar yang mengirim sms itu agennya. Dealer akan mengecek lewat server komputer yang ada di dealer.Sedangkan voucher elektrik itu terbagi beberapa macam, misalnya ada model M-Kios atau M-Tronic dan peralatannya berupa chip yang dikeluarkan provider yang hanya bisa mengisi satu jenis voucher handphone, seperti M-Kios hanya untuk produk Telkomsel saja, M-Tronic untuk produk Mentari, dsb.

Tipe kedua elektrik, dimana ada vendor yang menggabungkan teknologi. Sistemnya mengumpulkan beberapa dealer sehingga dengan satu chip bisa mengisi semua macam kartu ponsel. Sedangkan voucher IP rawan kebocoran sehingga jarang di jual. Penjual voucher handphone harus memahami dua hal ini sebelum ia menentukan jenis voucher yang ingin dijual, apakah fisik atau elektrik.

Untuk menjalin kerjasama dengan operator seluler, dealer harus berbadan hukum, seperti misalnya Telkomsel di Makassar memiliki belasan dealer dan diluar daerah. Kalau seseorang ingin buka outlet voucher , carilah tempat yang strategis, disewa/bisa bangun sendiri, didekorasi, setelah itu lakukan penjualan. Disetiap daerah ada pusat sentra selular , pasti ada grosir voucher atau grosir handphone. Umumnya grosir voucher tidak menjual handphone dan yang dipajang berupa voucher saja. Toko eceran akan mengambil grosir voucher dari agen/ grosiran, dan agen ini ada di beberapa daerah/ tempat  atau sentra pasar.

Agen/ grosir voucher dengan mudah kita temui di mal, dealer ditiap daerah juga pasti ada. Untuk memperoleh alamat dealer itu bisa lewat operator selular kartu ponsel bersangkutan. Di Makassar misalnya, agen voucher itu banyak di MTC Karebosi  dan Jl. Gunung Bulussaraung.

Proses kerjanya secara garis besar dari operator ke authorized dealer, baru voucher itu ke agen atau grosir. Agen ini biasanya menjual dalam jumlah besar dan melakukan pembelian partai dengan harga yang lebih murah dari harga eceran, dan ia memiliki konsumen terdiri dari toko-toko yang menjual secara eceran.

Untuk menentukan lokasi strategis, di pemukiman harus ada jalan tembus, berupa jalan poros, dan bisa menembus pemukiman lainnya, atau di tepi jalan raya. Bisa juga didepan kampus atau perkantoran. Sedangkan untuk mencari pasar pertama kali bisa di lakukan dengan memasang spanduk, atau promosi dengan brosur.

Bagi pemain bisnis voucher khususnya di tingkat pengecer atau agen, usahanya tergantung ketersediaan barang, bila hanya selisih harga sedikit mereka berani mengambil barang. Pergerakan harga juga sesuai kebutuhan pasar yang bisa diketahui oleh agen dari para dealer atau rekanan usahanya. Bisnis ini sudah jadi tren dan sudah jadi kebutuhan pokok, sednagkan tingkat harga di pengecer tidak mungkin selalu lebih murah dari pasar. Pengecer bisa saja mengambil margin kecil, misalnya membuat harga salah satu voucher yang paling laku lebih murah dibanding yang lain dengan margin keuntungan Rp. 500 - Rp. 1.000, dan rata-rata keuntungan voucher bisa mencapai Rp. 1000 sampai Rp. 3.000.

Untuk menyikapi persaingan harga pengecer bisa membuat perkumpulan seperti di Makassar ada Asosiasi Pedagang Selular, yang mengimbau untuk tidak perang harga, atau bisa juga pengecer jual murah tapi jangan di tampilkan di papan nama counternya.

Persaingan dengan bisnis voucher lewat MLM, meski berpengaruh terhadap bisnis voucher konvensional tetapi tidak terlalu besar, kecuali tren masyarakat Indonesia itu sudah terbiasa dengan MLM. Seperti voucher fisik yang tetap masih ada, meski ada voucher elektrik, baik pra bayar atau pasca bayar, seperti di Singapora dengan teknologi komunikasinya jauh lebih berkembang.


Keuntungan

Investasi sebagai pengecer di bawah agen, kalau hanya menjual voucher cukup Rp. 3 juta untuk modal berputar tapi harus siap tiap minggu mengambil barang ke agen, tergantung target penjualan perminggu. Kalau rata-rata harga voucher Rp. 60.000, maka omsetnya sehari dengan menjual 50 voucher bisa Rp. 3 jutaan dengan rata-rata untung Rp. 2.000 per voucher atau total keuntungan Rp. 100 ribu perhari atau Rp. 3 juta per bulan.

Bila pengecer ingin ada stok untuk dua hari berikutnya, modal bisa sekitar Rp. 6 jutaan. Ini hanya dari voucher. Kalau mau menjual aksesoris yang menarik, modalnya Rp. 500 ribu sampai Rp. 1 jutaan. Bila ingin menjual handphone second misalnya, dengan stok 10 yang harganya Rp. 500 ribuan berarti modalnya ditambah Rp. 5 juta lagi. Bila lokasinya di mal tidak perlu stok handphone tersebut, tetapi di eceran kadang perlu stok, seperti di perumahan/pemukiman, atau bisa lewat pemesanan saja. Itu dari modal yang berjalan di luar sewa tempat/modal bangun tempat , etalase, dekorasi, komputer untuk membuat laporan (sunnat), karena ada yang sistemnya mengecek inventori dan perubahan harga.

Yang mengatur perubahan harga itu pasar dan pemain yang stok barangnya banyak. Biaya sewa tempat ada yang Rp. 4 juta sebulan, di mal ada yang Rp. 50 juta setahun, di pinggir jalan Rp. 4-5 juta sampai Rp. 20 juta setahun, tergantung besar kecil dan posisi strategis tempat serta keamanan lokasi. Dan untuk bangun sendiri, tergantung lokasi dan harga bahan bangunan saat itu. Sedangkan gaji pokok karyawan sekitar Rp. 600-700 ribu, minimal dua orang kecuali kalau di perumahan/pemukiman  bisa satu orang saja, dan jam buka dari pagi sampai siang lalu di lanjutkan sore sampai malam. Jadi di lengkapi dengan menjual produk selain voucher modal awal bisa sekitar Rp. 15 juta - 20 juta untuk set up awal di luar sewa, omsetnya tergantung besar kecil pasar, tetapi ( kalau ramai) bisa berpotensi untung perbulan Rp. 3-6 jutaan. Untuk memperoleh modal awal ini bisa bekerja sama dengan investor.

Untuk Kios aku saat ini, karena bangunannya bukan sewa tapi bangunan sendiri yang baru anggarannya sekitar 8jutaan dengan kondisi bangunan yang lumayan untuk bisnis voucher berukuran 5 x 3 meter. Untuk modal awal aku sekitar 500ribu, nanti setelah berjalan beberapa bulan beli etalase bekas ukuran sedang seharga 400ribu, lalu diisi asesoris handphone senilai 150ribu.

Tertarik dengan bisnis ini, silahkan di coba dengan terlebih dahulu (pemula) Voucher elektriknya bisa memakai sistem B2B atau sms Server seperti yang pernah saya bahas dipostingan sebelumnya.